Penulis: Sumiati Wayan | Editor: Putu Linggih

📷ilustrasi Tamiang, Endongan dan Ter/ Badungkab.go.id/ ortibali
ORTIBALI.COM – Ketika Rahina Kuningan tiba, tentu ciri khas yang paling mudah diingat adalah adanya Ter, Tamiang dan juga Endongan. Namun apakah kalian mengetahui apa sebenarnya fungsi 3 hiasan itu? Dan apakah benar itu hanya hiasan semata?
Hari Raya Kuningan, salah satu perayaan penting dalam tradisi Hindu di Bali, selalu dirayakan dengan penuh suka cita. Di tengah berbagai sarana upacara yang menghiasi momen suci ini, ada satu elemen yang menjadi ciri khas Kuningan: tamiang.
Elemen ini bukan sekadar hiasan, tetapi menyimpan makna mendalam yang kaya akan nilai spiritual dan budaya. Lantas, apa sebenarnya makna tamiang dalam Hari Raya Kuningan, dan mengapa kehadirannya begitu istimewa?
Arti Tamiang: Simbol Perlindungan dan Kekuatan
Kata tamiang berasal dari kata “tameng” dalam bahasa Indonesia, yang merujuk pada alat pelindung diri. Dalam konteks Hari Raya Kuningan, tamiang menjadi lambang kekuatan untuk mempertahankan kemenangan kebaikan yang telah diraih pada Hari Raya Galungan. Tamiang diibaratkan sebagai perisai spiritual yang melindungi umat dari pengaruh negatif sekaligus memperkuat hubungan dengan kekuatan ilahi.
Biasanya, tamiang dibuat dari janur (daun kelapa muda) atau di beberapa tempat menggunakan ental (daun lontar). Bentuknya bulat dengan diameter yang bervariasi, dihias dengan ornamen yang mencerminkan keindahan seni Bali. Keunikan tamiang juga terletak pada makna filosofisnya, yakni sebagai simbol Dewata Nawa Sanga, sembilan manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang menguasai sembilan arah mata angin. Kesembilan dewa tersebut adalah:
- Dewa Wisnu
- Dewa Sambhu
- Dewa Iswara
- Dewa Maheswara
- Dewa Brahma
- Dewa Rudra
- Dewa Mahadewa
- Dewa Sangkara
- Dewa Siwa
Melalui simbolisme ini, tamiang tidak hanya menjadi sarana upacara, tetapi juga pengingat akan kehadiran ilahi yang menjaga keseimbangan alam semesta.
Dua Jenis Tamiang: Hias dan Upacara
Dalam tradisi Bali, tamiang terbagi menjadi dua jenis yang masing-masing memiliki fungsi dan karakteristik berbeda, yaitu tamiang hias dan tamiang upacara.
1. Tamiang Hias
Sesuai namanya, tamiang hias dirancang untuk mempercantik acara-acara tertentu, seperti pernikahan atau perayaan adat lainnya. Tamiang jenis ini tidak mengandung porosan (simbol Tri Murti) dan lebih menonjolkan estetika. Ciri-cirinya meliputi:
- Bentuk yang bervariasi, tidak selalu bulat sempurna.
- Penggunaan bunga segar dengan warna-warna cerah.
- Ornamen tambahan seperti pita atau anyaman janur yang rumit.
- Warna yang lebih mencolok untuk menarik perhatian.
Tamiang hias sering menjadi daya tarik visual yang memperkaya suasana perayaan, menambah keindahan tanpa mengurangi nilai adatnya.
2. Tamiang Upacara
Berbeda dengan tamiang hias, tamiang upacara memiliki fungsi yang lebih sakral. Tamiang ini digunakan khusus untuk upacara keagamaan, termasuk Hari Raya Kuningan. Desainnya lebih sederhana dan baku, dengan fokus pada makna spiritual. Salah satu elemen penting dalam tamiang upacara adalah porosan, yang melambangkan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam wujud Tri Murti (Brahma, Wisnu, Siwa). Tamiang ini biasanya dipasang di pelinggih (tempat suci) atau di sudut-sudut rumah sebagai bagian dari ritual.
Pelengkap Tamiang: Endongan, Ter, dan Sampian Gantung
Selain tamiang, ada beberapa sarana lain yang turut menyemarakkan Hari Raya Kuningan, yakni endongan, ter, dan sampian gantung. Ketiganya memiliki makna dan fungsi yang saling melengkapi.
- Endongan: Menurut Kamus Bali-Indonesia (Dinas Pendidikan Dasar Provinsi Bali, 1991), endongan adalah “tempat bekal dari tapis kelapa”. Endongan biasanya digunakan untuk menyimpan sesajen atau perlengkapan upacara, melambangkan kesiapan umat dalam menyambut berkah.
- Ter: Berbentuk menyerupai panah, ter adalah simbol senjata yang melambangkan kekuatan dan perlindungan. Bentuknya yang runcing mengingatkan pada kewaspadaan terhadap hal-hal yang dapat mengganggu kesucian upacara.
- Sampian Gantung: Sarana ini berfungsi sebagai penolak bala, melindungi umat dari energi negatif. Sampian gantung biasanya digantung di tempat-tempat strategis selama perayaan Kuningan.
Menjaga Warisan Budaya melalui Tamiang
Tamiang bukan sekadar benda upacara, tetapi juga cerminan kearifan lokal dan kekayaan budaya Bali. Melalui tamiang, umat Hindu di Bali diajak untuk menghayati makna perlindungan, keseimbangan, dan hubungan harmonis dengan alam serta Tuhan. Kehadiran tamiang dalam Hari Raya Kuningan menjadi pengingat bahwa setiap elemen dalam tradisi memiliki cerita dan nilai yang patut dijaga.
Bagi Anda yang ingin lebih memahami kekayaan budaya Bali, mengenal makna tamiang bisa menjadi langkah awal. Di balik kesederhanaannya, tamiang menyimpan filosofi mendalam yang relevan hingga kini. Jadi, saat Anda melihat tamiang menghiasi pelinggih atau rumah-rumah di Bali pada Hari Raya Kuningan, ingatlah bahwa itu bukan hanya hiasan, tetapi simbol kekuatan dan keharmonisan yang telah diwariskan turun-temurun.
***Sumber Artikel:
Lihat Sumber
- beragam sumber