🔥 Tag Populer 24 Jam

balihindudewasa ayuhari baikdoa

🕒 Pencarian Terakhir

🔍
[menu_topik_slider]
Tayang: Rabu, 16 April 2025 07:58 WITA
Penulis: Widyawati | Editor: Febrianti Saraswati

ORTIBALI.COM – Makna dan Prosesi Upacara Kepus Pungsed dalam Tradisi Hindu Bali. Dalam kehidupan masyarakat Bali yang sarat dengan nilai-nilai spiritual dan adat Hindu, setiap fase kehidupan manusia senantiasa dirayakan melalui upacara-upacara suci.

Salah satu yang memiliki kedalaman makna adalah upacara kepus pungsed, sebuah ritual yang digelar saat tali pusar bayi terlepas secara alami. Momen ini diyakini sebagai peristiwa sakral yang menandai berakhirnya pengawasan spiritual oleh entitas gaib yang disebut Sang Catur Sanak.

Simbol Tali Pusar dalam Spiritualitas Bali

Secara etimologis, “kepus” berarti lepas dan “pungsed” atau “puser” mengacu pada tali pusar. Dalam kepercayaan Hindu Bali, tali pusar bukan hanya bagian tubuh yang terputus setelah kelahiran, namun dianggap sebagai simbol hubungan bayi dengan kekuatan spiritual yang menyertainya sejak dalam kandungan.

Kekuatan tersebut diwujudkan dalam bentuk empat saudara gaib yang dikenal sebagai Catur Sanak — entitas pelindung yang bersemayam di empat penjuru arah mata angin dan menjaga bayi dalam proses kelahirannya.

Ketika tali pusar akhirnya lepas, diyakini bahwa tugas para saudara spiritual ini telah selesai. Untuk menghormati serta “mengembalikan” peran mereka, keluarga akan menggelar upacara kepus pungsed. Sebagai bagian dari simbolisme suci, sang bayi biasanya dikenakan gelang benang di pergelangan tangan sebagai lambang perlindungan dan penghubung energi spiritual.

Kapan dan Di Mana Upacara Dilaksanakan?

Berbeda dengan banyak ritual keagamaan lain yang dilaksanakan di pura, upacara kepus pungsed biasanya digelar di dalam rumah, tepatnya di kamar tempat bayi tidur.

Lokasi ini dianggap sebagai ruang yang personal dan penuh makna. Waktu pelaksanaan biasanya dilakukan tiga hari setelah tali pusar bayi terlepas. Pemimpin upacara biasanya adalah orang tua bayi sendiri atau tokoh sesepuh dalam keluarga.

Rangkaian Sesaji dan Simbolisme Spiritual

Sebagaimana lazim dalam tradisi Bali, upacara ini disertai dengan berbagai banten atau sesaji yang sarat makna. Beberapa jenis sesaji yang umum digunakan antara lain:

  1. Banten penelaahan: berisi beras kuning dan daun dadap sebagai simbol pembersihan dan perlindungan.
  2. Banten kumara: terdiri atas nasi kuning dan putih, kue tradisional, buah-buahan, minyak wangi (lenga wangi), burat wangi, serta canang sari.
  3. Banten labaan: berupa nasi lengkap dengan lauk-pauk, sebagai bentuk persembahan kepada leluhur dan unsur alam.
  4. Segehan empat warna: nasi merah, putih, kuning, dan hitam yang masing-masing disertai bawang, jahe, dan garam. Warna-warna ini melambangkan empat penjuru arah mata angin dan keseimbangan unsur semesta.

Tahapan Prosesi Upacara Kepus Pungsed

Upacara diawali dengan membungkus tali pusar yang sudah lepas menggunakan kain putih bersih. Tali pusar tersebut lalu dimasukkan ke dalam ketupat kukur — ketupat berbentuk burung tekukur — bersama rempah-rempah seperti cengkih, pala, dan lada sebagai lambang perlindungan.

Ketupat ini kemudian digantungkan di bagian kaki tempat tidur bayi. Di dekat tempat tersebut, dibuatkan pelangkiran atau altar kecil khusus untuk bayi sebagai tempat sesaji.

Selain itu, di area di mana ari-ari ditanam, dibangun sanggah cucuk sebagai tempat meletakkan segehan empat warna untuk menjaga keseimbangan energi spiritual di lingkungan sekitar.

Upacara diakhiri dengan doa-doa keselamatan agar si bayi tumbuh menjadi manusia yang sehat secara lahir dan batin, serta berguna bagi keluarga dan masyarakat.

Warisan Budaya yang Menjaga Keseimbangan Spiritual

Upacara kepus pungsed bukan semata ritual adat, melainkan wujud penghormatan terhadap proses kelahiran dan peran energi spiritual dalam kehidupan.

Melalui tradisi ini, masyarakat Bali terus merawat keseimbangan antara dunia nyata dan dunia gaib sejak awal kehidupan manusia. Ini adalah cerminan mendalam tentang betapa tingginya penghargaan budaya Bali terhadap makna kelahiran dan perjalanan hidup seorang anak sejak hari pertama ia hadir di dunia.

***