Penulis: Sumiati Wayan | Editor: Febrianti Saraswati

📷Ter, Tamiang dan Endongan/ Mbizmarket/ ortibali
ORTIBALI.COM – Berbeda dengan Galungan, umat Hindu melaksanakan rahinan Kuningan sejak subuh hingga tepat pukul 12 siang.
Umat meyakini bahwa jika melaksanakan persembahyangan setelah jam 12 siang para leluhuh sudah kembali ke suarga. Hari Raya Kuningan, perayaan suci umat Hindu di Bali, tak bisa dipisahkan dari rangkaian Hari Raya Galungan.
Jika Galungan melambangkan kemenangan dharma atas adharma, maka Kuningan hadir sebagai simbol mempertahankan kemenangan tersebut demi meraih kemakmuran yang berlimpah. Salah satu ciri khas Kuningan adalah jejaitan, sarana upacara yang sarat makna filosofis dan spiritual. Lantas, apa saja jenis jejaitan ini, dan apa makna di baliknya?
Jejaitan menjadi elemen penting dalam Kuningan, dengan bentuk dan simbolisme yang mendalam. Ada empat jenis jejaitan yang paling menonjol: Tamiang, Sampian Gantung, Ter, dan Endongan. Masing-masing membawa pesan spiritual yang relevan untuk kehidupan sehari-hari, sekaligus mencerminkan perjuangan manusia dalam menghadapi tantangan hidup.
Tamiang: Perisai Kehidupan
Tamiang, dengan bentuk bulat menyerupai perisai, menjadi simbol perlindungan dalam menghadapi kerasnya roda kehidupan. Menurut Ida Pandita Mpu Siwa Budha Daksa Darmita, sulinggih dari Griya Agung Sukawati, Gianyar, bentuk bulat Tamiang merepresentasikan Kambang Dewata Nawa Sanga, yaitu penguasa sembilan arah mata angin. Ini mengajarkan bahwa perlindungan spiritual diperlukan dari segala penjuru untuk menjalani hidup yang penuh dinamika.
Sampian Gantung: Penolak Rintangan
Sampian Gantung, yang kerap digantung di tempat suci, melambangkan usaha menangkal rintangan yang menghambat kemakmuran. Di dalamnya, terdapat nasi kuning sebagai simbol kelimpahan dan kesejahteraan. Kehadiran Sampian Gantung mengingatkan umat untuk tetap teguh dalam mengejar tujuan hidup, sembari menyingkirkan hal-hal yang menghalangi.
Ter: Fokus pada Tujuan
Ter, dengan bentuk sederhana namun penuh makna, melambangkan pikiran atau manah. Sarana ini mengajarkan pentingnya memusatkan pikiran pada satu tujuan mulia: mencapai kemakmuran spiritual dan material. Dalam kehidupan yang penuh distraksi, Ter menjadi pengingat untuk tetap fokus dan tidak terpecah oleh hal-hal yang tidak esensial.
Endongan: Wadah Kemakmuran
Endongan, atau sering disebut kompek, adalah simbol wadah yang menyimpan kemakmuran. Sarana ini tidak hanya menjadi persembahan kepada para dewata dan leluhur, tetapi juga melambangkan “tabungan” kekayaan spiritual dan material untuk generasi mendatang. Endongan mengajarkan mentalitas pemenang (endong), yang mendorong keturunan untuk terus berjuang meraih pengetahuan (jnana) dan kehidupan yang lebih baik.
Jejaitan: Simbol Peperangan Hidup
Jika diperhatikan, jejaitan pada Hari Raya Kuningan memiliki kemiripan dengan alat-alat perang, seperti perisai (Tamiang) atau senjata untuk menyingkirkan rintangan (Sampian Gantung). Menurut Ida Pandita, kehidupan memang ibarat medan perang, di mana manusia harus terus berjuang melawan tantangan untuk menemukan jalan menuju kesejahteraan, baik di dunia maupun di akhirat. “Hakikat hidup adalah perjuangan. Jejaitan mengingatkan kita untuk selalu siap bertempur demi kehidupan yang lebih baik,” ujarnya.
Makna Kuningan untuk Kehidupan Modern
Hari Raya Kuningan bukan sekadar tradisi, tetapi juga cerminan nilai-nilai universal seperti ketahanan, fokus, dan harapan akan kemakmuran. Melalui jejaitan, umat Hindu diajak untuk merenungkan perjalanan hidup, menjaga keseimbangan antara duniawi dan spiritual, serta terus berusaha di tengah tantangan zaman.
Dengan memahami makna jejaitan, Kuningan menjadi momen untuk memperkuat tekad, menjaga harmoni, dan merayakan kemenangan hidup. Seperti yang tersirat dalam simbol-simbolnya, Kuningan mengajarkan bahwa kemakmuran sejati diraih melalui perjuangan, perlindungan, dan pengabdian.
***