Penulis: Putu Wisnu | Editor: Febrianti Saraswati

📷ilustrasi umat Hindu sedang menghaturkan canang/ ortibali
ORTIBALI.COM – Di tengah semarak perayaan Galungan dan Kuningan, ada tradisi suci yang tak boleh luput dari perhatian umat Hindu di Bali: Sugihan. Tradisi ini bukan sekadar ritual, melainkan momen sakral untuk menyucikan alam semesta (bhuana agung) dan diri sendiri (bhuana alit).
Meski banyak yang hanya mengenal Sugihan Jawa dan Sugihan Bali, ternyata ada tiga jenis sugihan yang memiliki makna mendalam. Apa saja? Simak ulasan berikut yang dikemas dengan gaya jurnalistik untuk memahami esensi tradisi ini, sekaligus ramah untuk kebutuhan SEO.
Berdasarkan buku Acara Agama Hindu karya Putu Sanjaya, sugihan terbagi menjadi tiga jenis, masing-masing dengan waktu, tujuan, dan pelaksanaan yang khas. Berikut penjelasannya.
1. Sugihan Tenten: Menyucikan Tempat Suci yang Sering Terlupa
Sugihan Tenten diperingati pada Buda Pon Wuku Sungsang. Hari ini menjadi momen untuk reresik, yaitu membersihkan area pura, sanggah, hingga peralatan persembahyangan. Sayangnya, dalam praktiknya, Sugihan Tenten sering kali terabaikan. Padahal, ritual ini menegaskan pentingnya menjaga kesucian tempat ibadah sebagai wujud penghormatan kepada leluhur dan dewa-dewi.
Meski terkesan sederhana, prosesi ini mengajarkan bahwa kebersihan fisik dan spiritual adalah langkah awal menuju harmoni dengan alam semesta. Bagi umat Hindu, momen ini menjadi pengingat untuk tidak hanya fokus pada ritual besar, tetapi juga pada detail kecil yang penuh makna.
2. Sugihan Jawa: Harmoni dengan Alam dan Leluhur
Sehari setelah Sugihan Tenten, tepatnya pada Wrespati Wage Wuku Sungsang, umat Hindu memperingati Sugihan Jawa. Hari ini didedikasikan untuk menyucikan tempat suci seperti pura, sanggah pamerajan, dan lingkungan sekitar, yang melambangkan pembersihan bhuana agung (alam semesta).
Sugihan Jawa juga menjadi waktu istimewa karena dipercaya sebagai saat bhatara-bhatari, pitara, dan roh suci leluhur turun ke dunia. Dalam persembahyangan, umat melantunkan mantra khusus:
Isi Mantra:
Om Brahma Wisnu Iswara Dewam
Jiwatmanan Trilokanam
Sarwa jagat pratistanam
Suddha klesa winasanam
Artinya:
Om Hyang Widhi dalam wujud Brahma, Wisnu, dan Iswara,
Yang menjiwai tiga dunia (bhur, bwah, swah),
Sucikanlah seluruh jagat raya,
Bersihkanlah dari segala kotoran.
Untuk upacara ini, banten yang digunakan biasanya meliputi banten suci seperti peras tulung sayut, nasi untek 5 bungkul, raka, porosan, sampian pusung, daging ayam, urab barak, urab putih, sate ayam brumbun, dan canang sari. Namun, jenis banten bisa disesuaikan dengan tradisi lokal (desa, kala, patra), menunjukkan fleksibilitas tradisi Hindu Bali yang kaya akan nilai budaya.
3. Sugihan Bali: Menyucikan Diri sebagai Bhuana Alit
Puncak rangkaian sugihan diperingati pada Sukra Kliwon Wuku Sungsang, yang dikenal sebagai Sugihan Bali. Hari ini fokus pada pembersihan bhuana alit, yaitu diri sendiri sebagai mikrokosmos. Salah satu prosesi yang umum dilakukan adalah melukat, ritual penyucian diri dengan air suci untuk menghilangkan mala dan mencapai keseimbangan batin.
Tak ada banten atau ritual khusus yang wajib dalam Sugihan Bali. Umat bisa memilih untuk melakukan yoga semadi atau meditasi untuk mendekatkan diri pada Hyang Widhi. Fleksibilitas ini membuat Sugihan Bali terasa sangat personal, mengajak setiap individu untuk merenung dan memperbaiki diri.
Makna Sugihan: Lebih dari Ritual, Sebuah Filosofi Hidup
Ketiga jenis sugihan ini, meski berbeda dalam pelaksanaan, memiliki benang merah yang sama: penyucian. Sugihan Tenten mengajarkan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan ibadah, Sugihan Jawa mengingatkan harmoni dengan alam dan leluhur, sedangkan Sugihan Bali mendorong penyucian batin. Ketiganya saling melengkapi, mencerminkan keseimbangan antara makrokosmos dan mikrokosmos dalam ajaran Hindu.
Bagi umat Hindu di Bali, sugihan bukan hanya tradisi, tetapi juga pengingat untuk hidup selaras dengan alam, leluhur, dan diri sendiri. Dalam konteks modern, nilai-nilai ini tetap relevan, mengajarkan kita untuk menjaga kebersihan lingkungan, menghormati warisan budaya, dan terus memperbaiki diri.
Jadi, sudahkah Anda mempersiapkan diri untuk merayakan sugihan dengan penuh makna? Mari jadikan momen ini sebagai langkah untuk hidup lebih suci dan harmonis.
***