Penulis: Febrianti Saraswati | Editor: Febrianti Saraswati

📷ilustrasi mebayuh/ ortibali/made wedastra/ facebook
ORTIBALI.COM – Mebayuh merupakan salah satu upacara suci dalam tradisi Hindu yang termasuk dalam kategori Manusa Yadnya. Upacara ini bertujuan untuk mencapai keseimbangan spiritual dan membayar hutang karma manusia.
Menurut Lontar Pewacakan Pemayuh, kata “mebayuh” berasal dari “bayuh” yang merujuk pada dayuh, yaitu keseimbangan atau kenyamanan jiwa.
Berdasarkan Lontar Tenung Rare dan Lontar Wewatekan, setiap individu dianjurkan untuk melaksanakan mebayuh setidaknya sekali seumur hidup. Upacara ini biasanya dilakukan di depan Sanggah Kemulan atau Rong Tiga, tempat suci yang menjadi simbol kehadiran leluhur dan energi spiritual.
Makna Rong Tiga dan Kehadiran Siwa
Bagian tengah Rong Tiga melambangkan Atman, sisi kanan adalah Siwa Atman, dan sisi kiri merupakan Paratman. Atman leluhur yang telah mencapai kualitas Siwa melalui upacara seperti pengabenan, ngerorasan, dan ngelinggihan akan “melinggih” di Sanggah Kemulan sebagai Siwa.
Grya, yang berasal dari kata “giri ya,” merujuk pada tempat tinggal Giri Natha (Siwa dan Parwati). Seorang sulinggih dianggap sebagai Siwa karena telah melalui proses pengabenan spiritual dan ritual surya sewana setiap hari.
Bolehkah Mebayuh di Grya?
Siwa yang ada di Sanggah Kemulan disebut Siwa Niskala (tak kasat mata), sedangkan Siwa di grya, seperti sulinggih, adalah Siwa Skala (kasat mata). Keduanya memiliki kualitas Siwa yang sama. Oleh karena itu, melaksanakan mebayuh di grya sama sahnya dengan melakukannya di Sanggah Kemulan.
Ayaban yang dipersembahkan saat mebayuh di grya akan sampai kepada leluhur yang dimaksud, karena esensi Siwa tidak dibatasi oleh tempat. Seorang sulinggih, sebagai manifestasi Siwa, juga bersifat universal dan tidak terikat oleh soroh (kasta atau kelompok), sehingga semua umat dapat memohon anugerah di grya.
Kesimpulan
Mebayuh di grya diperbolehkan dan memiliki nilai spiritual yang setara dengan mebayuh di Sanggah Kemulan. Kunci dari upacara ini adalah niat tulus untuk mencapai keseimbangan jiwa dan membayar hutang karma. Dengan memahami makna mendalam dari tradisi ini, umat Hindu dapat melaksanakan mebayuh dengan penuh keyakinan, baik di grya maupun di tempat suci lainnya.
***